Sejak kelas 2 SD aku sudah menyatakan perang dengan hewan amfibi yang
satu ini. Kenapa? Karena menjijikan. Bukan cuma itu, katak itu jorok!
Nyebelin!!! Dan masih banyak keburukan dari hewan ini. Ditambah aku
punya pengalaman buruk dari hewan yang bisa hidup di air dan di darat
ini.
Waktu aku kelas 2 Sekolah dasar, aku bangun pagi kemudian mandi tak
lupa juga gosok gigi. Terus pastinya aku membersihkan tempat tidurku
yang tanpa di tolong Ibu, aku bisa melakukannya sendiri, walaupun
hasilnya tambah berantakan dan ujung-ujungnya Ibu juga yang
membersihkannya, yang penting aku sudah mandiri. Eitz, sejak kelas 1 SD
aku gak pernah ngompol jadi gak ngasih PR Ibu untuk hal yang satu ini.
Selepas membersihkan tempat tidur, aku memutuskan untuk sarapan.
karena Ibu sedang baik hati, aku makan dengan ayam goreng favoritku.
Ayam Goreng BACEM!!! Enak!!! Dan pastinya mantap!!! Apalagi dengan nasi
putih yang mengepul-ngepul ditambah kecap dan bawang goreng. Ngiler
ya??? Sama!!!
Sehabis piring itu bersih tak bersisa. Aku memutuskan untuk berangkat
sekolah. karena buku pelajaran dan peralatan sekolah sudah aku siapkan
dari semalam. Aku menggendong tas punggung yang sedikit berat itu. “Dek,
cepet dong!! Mau bareng gak?” teriakku pada adekku yang masih TK kecil.
Aku melangkah pasti menuju pintu depan rumah, selagi masih menunggu
adek yang sedang mencari-cari penggarisnya. Dan sebelum melakukan ritual
sehari-hari. Cium punggung tangan kanan Ibu dan Ayah. Aku memutuskan
untuk mengenakan sepatu terlebih dahulu.
Aku menggerutu kesal karena adekku lama. Sepatu kanan sukses aku
kenakan. Tapi, aku masih menggerutu kesal. “Dek, cepetan!! Ntar telat
lagi lho!!!” triakku lagi bersamaan dengan mengenakan kaos kaki kiriku.
Tania senyum-senyum di depan pintu, di sampingku. Aku yang masih
jongkok mengambil sepatu kiri yang terletak di ujung tembok sambil
mengerucutkan ujung bibirku. “Dasar lelet.” Umpatku dalam hati.
“Maaf mbak, barusan aja ketemu penggarisnya. Nich!” Tania menunjukan
penggaris yang telah sukses ia temukan di kolong meja bekas semalam kami
peruntukkan untuk belajar bersama.
Aku mulai membenamkan kaki kiri ku ke dalam sepatu. Tiba-tiba terasa
kenyal di dalam sepatu yang baru saja ku jejali kaki kiriku itu. Apa
ini?, pikirku.
Ku lirik sebelah kiri ku, Tania sedang asik merekatkan sepatunya, agar
tidak lepas jika ia berjalan. Aku sedikit su’udzon sama adekku ini. Apa
dia usil ya mau ngerjain aku?
Aku memutuskan untuk menarik lagi kaki kiriku, aku longokkan kepalaku ke
dalam lubang sepatu. Tiba-tiba sesuatu melompat dari lubang sepatuku
itu. Ya, benar. Itu Katak!!!
“AAAAAAAA, KAAAATAAAAK!!!” teriakku, spontan Ibu dan Ayah yang sedang
sibuk dengan urusan masing-masing. Ibu yang sedang menyapu, dan Ayah
yang sedang mengenakan sabuk di pinggangnya. Mendekat ke arah depan
tempat aku dan Tania sedang mengenakan sepatu
“Ada apa Al, kok teriak-teriak?” Tanya Ibu ku yang terlihat cemas dengan
teriakanku. Ayah tertawa melihat ekspresi kesalku. Tania bahkan tak
bisa menyembunyikan tawanya. Ia terlihat lepas tertawa melihatku bermuka
masam.
“Iiiikhhh… itu bu, di sepatu Alya ada katak. Hiiiihh!!!” ucapku seakan
masih merasakan kenyalnya katak yang tenang bersarang di sepatuku.
“Halah Cuma katak tha? Ayah kira apa? Hahahaha..” ucap ayah semakin
keras tawanya. Tania bahkan sampai memegang perutnya karena terlalu
keras tertawa. Hidungnya yang pesek jadi semakin tenggelam di buatnya.
Aku bersungut-sungut sebal.
“Sudah-sudah, Alya, Tania, cepat berangkat sekolah sudah terlambat kan?”
kata Ibu berusaha menghentikan tawa Ayah dan Tania. tapi, tetap,
guratan senyum terlihat di wajah Ibu. Tapi berusaha Ia tutupi agar aku
mau untuk berangkat sekolah.
Sepanjang perjalanan ke sekolah. Tania masih terus menggodaku. Dan
aku terus-terusan berdecak kesal, membuat adekku meneteskan air mata
karena tertawa.
Itulah awal perang ku dengan katak. Bahkan gak Cuma itu, katak sudah
keterlaluan menggodaku. Di kamar mandi, ia tiba-tiba melompat girang
menyambutku yang sedang ingin mandi. Bahkan saat aku ingin buang hajat,
ia sudah nangkring di ujung bak. Membuatku mengurungkan niat untuk buang
hajat dan memilih untuk mengantongi batu krikil untuk menahan gejolak
ingin puup. Walaupun mitos, tapi cukup ampuh untuk mensugesti perut
untuk tidak ingin hal itu sampai katak itu pergi dengan sendirinya.
Dan begitulah pengalamanku dengan hewan berkulit hijau. Sampai
sekarang aku masih menyatakan perang dengan hewan itu. Bukan karena aku
takut. Tapi aku merasa jijik dekat dengan hewan yang jago melompat dan
badannya kenyal. Hiiih!!
0 komentar:
Posting Komentar